Langkah kakinya tertatih-tatih berlari dari tuntutan masa depan. Usianya kini telah memasuki kepala 2. Berbagai pertanyaan common akan sangat sering mendatanginya. Tertawa lepaspun menjadi hal langka.
“Aku telah membuat xxxx, bagaimana denganmu?,” tanya seorang teman.
Dia hanya diam melihat pesan teks tersebut.
“Huft mengapa semua orang menginginkanku cepat,” pikir Rian dalam hati.
Belum sempat ia membalas, notifikasi chat datang kembali dari orang berbeda.
“Gimana sudah sampai mana punyamu? Ayolah cepat,”
JLEBBB Rian membantingkan handphone-nya.
Ia tahu bahwa yang paling mengenal dirinya adalah dirinya sendiri. Ia berpikir bahwa belum saatnya ia berada pada titik berkejar-kejaran dengan orang lain. Ia belum siap tempur. Jika ia memaksakan kehendaknya dalam waktu dekat, maka ia hanya akan menyakiti diri sendiri. Keadaan membuatnya bimbang tidak menentu.
“Hei ian lo quarter life crisis atau gimana sih?,” tanyanya sendiri.
Sembari berpikir, matanya tertuju pada tumpukan buku di atas meja. Ada sebuah buku yang belum dibacanya. “Buku ini, apa benar bisa mengubah sudut pandangku?”.
Satu halaman, dua halaman hingga berpuluh halaman ia habiskan dalam satu hari. Ia sangat terkesima dengan isi buku. Setidak-tidaknya kini sudut pandangnya lebih luas memandang dunia. Tidak terasa berapa lama waktu yang ia habiskan, ia mulai meneteskan air mata. Beribu kagum dan rasa malu yang ia dapatkan. Terlalu banyak kisah heroik para kaum muslimin yang sama sekali belum diketahuinya, seberapa tangguh seseorang ketika menuntut ilmu yang harus menempuh jarak jauh, seberapa sabarnya seseorang dalam menemukan jalan kebenaran, seberapa tajamnya pemikiran, seberapa besarnya kontribusi yang diberikan para sahabat Rasulullah dalam menyebarluaskan Islam, seberapa baiknya Rasulullah tetap mendoakan hal baik meskipun banyak mendapat cacian, hinaan dan siksaan fisik, serta yang terakhir ia melihat bagaimana perjuangan seseorang dalam menggapai impiannya. Adapun rasa malu yang menyelimutinya adalah karena ketidakberdayaannya, terlalu banyak mengeluh, dan cepat sekali dikalahkan oleh rasa lelah. Ada salah satu kutipan yang ia sangat suka dari buku tersebut.
“Andaikan kamu tahu sejarahmu, kamu akan sadar bahwa dirimu adalah bagian dari umat yang besar”.
Selama 2 hari ia habiskan buku yang beratusan halaman. Satu kesimpulan yang ia dapatkan adalah ketika merasa lelah dan tidak berdaya, maka hal yang diperlukan adalah kembali. Ya, kembali membuka mushaf yang didalamnya banyak sekali kisah sejarah; bisa dijadikan contoh dan pelajaran. Kini Rian bertekad menjadi pribadi yang baru. Pribadi yang tidak cepat terpengaruh dengan pencapaian orang lain. Pribadi yang fokus berjuang pada arenanya. Pribadi yang berpegang teguh pada prinsip. Ia tidak akan lemah lagi karena mukmin yang kuat lebih disukai oleh Allah SWT.
“Bismillah.. Aku bisa. Aku ingin membuat sejarah yang baik!,” tuturnya.
9 Komentar
Manusia tak bisa lepas dari sejarah. Terutama sejarah hidupnya sendiri. Sebab masa lampau itu adalah kaca untuk kita bercermin agar bisa menyadari kesalahan diri dan berusaha mengubah sikap dari kurang baik menjadi lebih baik. Terima kasih, Mbak Rahayu.
BalasHapusIya benar banget mbak, sejarah itu bisa dijadikan kaca untuk melangkah ke depan
HapusLet's make a great history for our lives!
BalasHapusThat's right. Keep spirit!
Hapusquarter life crisis
BalasHapussering sekali kita mendengar ini. Menjadi galau di umur awal 20-an;"))
Well, apakah Quotes itu berasal dari buku The Untold Story karya Bang Edgar Hamas ya?
BalasHapuswhahahha you so clever. Yeah, the quote is made by Edgar Hamas
HapusYoshaa, jangan kasih kendor.. Never give up
BalasHapusKupikir tadi judulnya menyerah ternyata memang menyejarah.
BalasHapus